Monday, May 02, 2005

Simplicity

Dunia kita ini pada dasarnya berisi hal-hal sederhana. Hanya saja ketika sebegitu banyak hal sederhana ini berkoneksi satu sama lain, ketidaksederhanaan alias kompleksitas muncul. Hanya dengan kemampuan mencerna yang baik saja kompleksitas dapat diurai menjadi komponen-komponennya yang lebih mendasar, lebih sederhana. Namun, tidak semua sistem pencernaan itu berjalan baik bukan? Mari kita telaah sedikit soal ini dalam konteks manajemen.

Kita sering menjumpai kompleksitas itu terjadi dalam bahasa yang kita gunakan. Bayangkan ketika kita mendengar orang lain mengatakan, “Keluaran beracun dari reaksi pembakaran tembakau yang mengkontaminasi udara yang masuk ke sistem pernafasan manusia dapat memicu regenerasi sel-sel tubuh secara tak terkendali”. Kita butuh beberapa detik untuk memahami keseluruhan kalimat tersebut. Tiap orang berbeda pemahamannya. Bagaimana mungkin orang itu dapat mengharapkan lawan bicaranya memahami maksudnya jika kompleksitas dipaksakan. Akan lebih efektif jika kalimat itu disederhanakan menjadi misalnya, “Asap rokok dapat menyebabkan kanker”. Dalam manajemen, kompleksitas bahasa menimbulkan masalah komunikasi yang tak dapat diprediksi.

Kompleksitas juga sering dijumpai dalam organisasi. Pikirkan sebuah konglomerasi yang kita kenal. Mereka punya banyak divisi yang mungkin mengurusi bisnis yang benar-benar berbeda. Pertanyaan utamanya adalah, bagaimana mereka dapat berfokus? Perusahaan Astra di Indonesia pernah punya banyak sayap bisnis yang berbeda satu sama lain. Mampukah mereka menjadi nomor satu? Mereka mampu bangkit dari krisis setelah melakukan restrukturisasi dan kembali ke bisnis intinya: penjualan kendaraan. Fokus hanya bisa dicapai dengan melakukan spesialisasi.

Kawasan lain yang juga dilanda oleh “demam” kompleksitas adalah kreatifitas kita sendiri. Hal ini bahkan sering tidak kita sadari. Biasanya kompleksitas dibungkus oleh perasaan gengsi. Kerumitan sebanding dengan intelektualitas. Semakin rumit ide kita semakin kita dipandang cerdas. Padahal bisa jadi kerumitan itu tidak dipahami secara baik oleh orang lain, atau bahkan menimbulkan kesalahpahaman yang menghalangi keberhasilan.

Jadi bagaimana? Menjadi sederhana tidak berarti menjadi bodoh. Justru kesederhanaan adalah buah dari pemikiran yang bijak dan mendalam. Keep It Simple, Stupid!!

0 Comments:

Post a Comment

<< Home