Sunday, March 29, 2009

Melaporkan SPT Tahunan ke Kantor Pajak

(Pengalaman Orang Bekasi)

Sekitar sebulan yang lalu saya mendapat kiriman paket surat dari KPP Bekasi. isinya, seperti diduga, adalah formulir SPT tahunan beserta buku petunjuk cara pengisiannya. Tertulis disitu bahwa setelah diisi, semua formulir tersebut bisa diantarkan langsung ke KPP Bekasi, atau dikirim lewat pos tercatat.

Seperti di tempat-tempat lain, demam pajak juga menjangkiti teman-teman sekantor. Setelah 'dipaksa' untuk memiliki NPWP, sekarang tibalah kewajiban untuk melaporkan SPT tahunan. Sebagaimana segala sesuatu yang baru, ada antusiasme untuk berusaha menjadi warga negara yang baik, dengan mempersiapkan formulir SPT serta lampiran yang diperlukan.

Sesuai petunjuk dari buku, Ada sekitar 5 formulir yang mesti diisi. Ada formulir induk 1770 S, formulir lampiran 1770 S-I dan 1770 S-II, serta formulir daftar susunan keluarga dan perubahan data. Mengingat saya hanyalah pegawai swasta tanpa usaha sampingan, tidak banyak yang harus diisi. Kebanyakan kolom saya isi dengan NIL, alias NIHIL, alias tidak ada apa-apa. Sekalian juga saya lampirkan fotokopi bukti potong 1721-A1 dari kantor saya dan kantor istri.

Sementara saya mengisi SPT dengan tulisan tangan, teman-teman yang tidak dikirimi formulir lewat pos menggunakan file Excel yang disediakan oleh kantor. Mengisi menggunakan komputer memang lebih menguntungkan karena lebih gampang mengoreksi kesalahan. Yang jelas, kertas ukuran folio menjadi barang yang lebih berharga daripada sebelumnya.

Semua formulir disatukan, lalu bersama teman-teman sekantor saya pergi ke KPP Pancoran yang lokasinya persis di depan kantor. Dengan semakin banyaknya pemilik NPWP, ditjen pajak membolehkan wajib pajak menyerahkan SPT tahunan dimanapun ada pojok pajak ataupun drob box tersedia. Jadi buat saya tidak perlu ke KPP Bekasi. Nah, di KPP Pancoran ini pun ada drop box-nya. Tinggal masukkan seluruh formulir ke dalam amplop yang sudah disediakan, isi nama, NPWP, pajak terutang, dan nomor telpon, lalu serahkan kepada petugasnya. Nanti formulir kita akan dicek kelengkapannya, lalu kita mendapat surat tanda terima. Selesai deeh...

Meskipun hampir semua teman antusias untuk menyerahkan SPT tepat waktu, masih ada juga yang mengulur-ulur entah karena sibuk, atau karena belum ada waktu, atau karena masih banyak pekerjaan. Intinya sama saja: masih malas. Argumen yang dipakai oleh orang seperti ini antara lain adalah adanya ketentuan bahwa bagi wajib pajak yang terlambat menyerahkan SPT tahunan, akan dikenai denda "hanya" Rp 100 ribu saja. Jadi, bagi yang suka telat, atau yang kenal dengan orang dari kantor pajak, masih ada celah untuk menunda-nunda. Lebih baik telat daripada tidak lapor SPT sama sekali bukan?

Tapi bukankah lebih baik nraktir teman makan bebek goreng dengan uang 100 ribu perak daripada memberikannya untuk membayar denda ??