Monday, July 10, 2006

Dialektika Dua Wajah


Di masa sekarang ini, muslim seolah hanya jadi bulan-bulanan cemoohan umat lainnya. Banyak negara berpenduduk muslim, rakyatnya sangat miskin dan serba melarat. Banyak negara muslim lainnya yang kebetulan kaya-raya namun dipimpin oleh orang-orang yang korup. Kalaupun bukan korupsi, kepemimpinan muslim di sejumlah negara lainnya lagi dianggap diktator teokrasi yang fanatik, radikal dan anti kebudayaan. Kalaupun tidak menguasai pemerintahan di beberapa negara lain, kaum muslim tetap saja dituduh anti demokrasi, dituduh berusaha menjadi diktator mayoritas. Dan saat muslim berada di bawah tekanan, mereka dianggap teroris, dan dimanapun komunitas muslim berada mereka juga dicap sama: sarang fundamentalisme, sarang terorisme. Alamat apakah ini?

menarik juga membaca tulisannya Zaim Saidi di Republika sebagaimana kutipan berikut:
....

Belakangan ini di tengah kita muncul suatu gambaran seolah ada dua

wajah Islam: radikal versus liberal. Mengikuti dialektika ini, umat Islam

dibagi menjadi dua: Muslim baik dan Muslim jahat. Gambaran ini

merupakan sebuah dialektika yang ditampilkan oleh media massa Barat, sejak

1980-an dan terutama pasca peristiwa 9/11 (2001).

....

Yang patut dipahami umat Islam, dialektika dua wajah Islam ini pada

akhirnya berimplikasi ganda bagi kaum Muslim. Keduanya diperlukan bagi

keberlangsungan kapitalisme itu sendiri. Pertama, dengan agak

menyederhanakan masalah, dapat dikatakan bahwa wajah 'Islam jahat' ditampilkan

untuk menimbulkan psikologi 'bersalah dan malu' di kalangan Muslim. Ini

kemudian akan bermuara pada pembenaran bagi kalangan Muslim untuk menjadi

'Muslim baik'. Ini berarti kaum Muslim didorong semakin pragmatis,

mengasimilasikan Islam dalam sistem kapitalis, sebagai bayaran dari 'rasa

malu dan bersalah'.

Kedua, sasaran sebaliknya yang dibidik dari kalangan 'Muslim jahat'

adalah suatu pembenaran yang teramat kuat bagi kapitalisme untuk secara

represif mendesakkan dominasinya. Untuk dapat lebih memahami strategi

dialektika palsu ini penting kiranya dimengerti perkembangan termutakhir

dari kapitalisme. Kapitalisme mutakhir telah muncul sebagai kekuatan

totaliter, di balik retorika liberalisme. Demokrasi, sebagai front

politiknya pun, makin menjadi terminologi kosong dan menunjukkan jati dirinya

sebagai bagian dari totalitarianisme tersebut.

....

Jadi, titik puncaknya adalah apa yang disebut sebagai "the end of capitalism". Kapan? Hmm...