Dialektika Dua Wajah
Di masa sekarang ini, muslim seolah hanya jadi bulan-bulanan cemoohan umat lainnya. Banyak negara berpenduduk muslim, rakyatnya sangat miskin dan serba melarat. Banyak negara muslim lainnya yang kebetulan kaya-raya namun dipimpin oleh orang-orang yang korup. Kalaupun bukan korupsi, kepemimpinan muslim di sejumlah negara lainnya lagi dianggap diktator teokrasi yang fanatik, radikal dan anti kebudayaan. Kalaupun tidak menguasai pemerintahan di beberapa negara lain, kaum muslim tetap saja dituduh anti demokrasi, dituduh berusaha menjadi diktator mayoritas. Dan saat muslim berada di bawah tekanan, mereka dianggap teroris, dan dimanapun komunitas muslim berada mereka juga dicap sama: sarang fundamentalisme, sarang terorisme. Alamat apakah ini?
menarik juga membaca tulisannya Zaim Saidi di Republika sebagaimana kutipan berikut:
....
Belakangan ini di tengah kita muncul suatu gambaran seolah ada dua
wajah Islam: radikal versus liberal. Mengikuti dialektika ini, umat Islam
dibagi menjadi dua: Muslim baik dan Muslim jahat. Gambaran ini
merupakan sebuah dialektika yang ditampilkan oleh media massa Barat, sejak
1980-an dan terutama pasca peristiwa 9/11 (2001).
....
Yang patut dipahami umat Islam, dialektika dua wajah Islam ini pada
akhirnya berimplikasi ganda bagi kaum Muslim. Keduanya diperlukan bagi
keberlangsungan kapitalisme itu sendiri. Pertama, dengan agak
menyederhanakan masalah, dapat dikatakan bahwa wajah 'Islam jahat' ditampilkan
untuk menimbulkan psikologi 'bersalah dan malu' di kalangan Muslim. Ini
kemudian akan bermuara pada pembenaran bagi kalangan Muslim untuk menjadi
'Muslim baik'. Ini berarti kaum Muslim didorong semakin pragmatis,
mengasimilasikan Islam dalam sistem kapitalis, sebagai bayaran dari 'rasa
malu dan bersalah'.
Kedua, sasaran sebaliknya yang dibidik dari kalangan 'Muslim jahat'
adalah suatu pembenaran yang teramat kuat bagi kapitalisme untuk secara
represif mendesakkan dominasinya. Untuk dapat lebih memahami strategi
dialektika palsu ini penting kiranya dimengerti perkembangan termutakhir
dari kapitalisme. Kapitalisme mutakhir telah muncul sebagai kekuatan
totaliter, di balik retorika liberalisme. Demokrasi, sebagai front
politiknya pun, makin menjadi terminologi kosong dan menunjukkan jati dirinya
sebagai bagian dari totalitarianisme tersebut.
....
Jadi, titik puncaknya adalah apa yang disebut sebagai "the end of capitalism". Kapan? Hmm...